PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kebudayaan pada hakikatnya merupakan wujud dari upaya manusia dalam menanggapi lingkungan secara aktif. Kemampuan manusia dalam menanggapi lingkungannya secara aktif dimungkinkan karena adanya kemampuan dan kebersihan manusia dalam menggunakan lambang-lambang yang diberi makna dan arti secara sistematis, sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai sarana komunikasi dan interaksi secara efektif. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan bersifat dinamis, dimana kebudayaan akan berkembang selama masyarakat pendukungnya masih ada dalam mengembangkan kebudayaan.
Berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia menimbulkan suku bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang masing-masing memiliki kekhasan tersendiri. Dari keanekaragaman tersebut melahirkan suatu kehidupan sastra yang unik. Dari sinilah timbul bahwa pengkajian terhadap sastra merupakan kajian yang cukup menarik. Dengan memperhatikan segi media yang digunakan, sastra yang tersebar menggunakan media lisan yang penyebarannya pada umumnya melalui tutur kata, itulah sebabnya ada yang menyebutkan sebagai tradisi lisan (oral tradition).
Hal tersebut di atas menyiratkan bahwa kebudayaan sebagai hasil kreatifitas manusia, hasil aktifitasnya maupun hasil karya manusia, di dalamnya terkandung juga nilai-nilai atau ide dari manusia. Segala gagasan dan angan angan, keinginan atau pun cita-cita manusia terefleksi ke dalam hasil karya mereka yang disebut dengan kebudayaan. Nilai-nilai atau ide yang terdapat di dalam suatu kebudayaan, terbentuk secara sangat manusiawi dan pribadi sifatnya. Oleh karena itu, setiap benda budaya menandai nilai tertentu, menunjukkan maksud serta gagasan penciptanya.
Kebudayaan yang sangat kompleks tersebut terkandung unsur-unsur universal yang ada di dunia ini. Unsur-unsur kebudayaan tersebut selanjutnya dikelompokkan menjadi tujuh unsur kebudayaan yang disebut sebagai isi pokok dari kebudayaan di dunia. Unsur-unsur kebudayaan yang universal tersebut selanjutnya diambil menjadi tujuh unsur kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan di dunia (Koentjaraningrat, 1990: 203) yakni bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, kesenian. Di antara sekian banyak bagian kebudayaan tersebut merupakan bagian dari folklor.
Folklor sebagai bagian dari kebudayaan seperti bagian kebudayaan yang lainnya, di dalamya juga terkandung nilai-nilai budaya serta gagasan-gagasan masyarakat. Lewat folklor dapat dipelajari segala aspek kehidupan masyarakat segala keinginan mereka yang terefleksikan secara implisit maupun eksplisit di dalam suatu folklor.
Folklor sebagai suatu disiplin atau cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, di Indonesia belum lama dikembangkan orang (Danandjaja, 1991: 1). Folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu: folklor lisan, folklor sebagaian lisan, dan folklor bukan lisan (Brunvand, dalam Danandjaya, 1991: 21 ). Adapun folklor lisan juga masih dibagi dalam beberapa kelompok, di antaranya adalah cerita prosa rakyat. Sebagai sebuah jenis sastra yang hidup dalam tradisi lisan, cerita prosa rakyat tiada terunut lagi akan siapa nama pengarangnya (anonim). Hal ini menjadi salah satu dari ciri-ciri pengenal folklor. Yang ada hanya bahwa cerita prosa rakyat lahir dari suatu masyarakat tradisional yang masih memegang teguh tradisi lisannya. Cerita tersebut berkembang, menjadi besar, dan menghilang di dalam masyarakat pemiliknya. Hubungan di antara ke duanya, cerita rakyat dan pemiliknya, bukan merupakan sesuatu yang dicari-cari atau hanya mengada-ada saja, sebab, sudah jelas bahwa cerita prosa rakyat itu menampilkan gambaran kehidupan sebagai produk sosialnya.
Salah satu bentuk cerita rakyat yang menarik untuk diteliti adalah cerita rakyat yang berkenaan dengan asal-usul penamaan suatu tempat. Cerita rakyat tersebut apabila dikelompokkan, termasuk pada genre cerita rakyat legenda setempat (local legends). Penamaan suatu tempat tidak muncul begitu saja, tetapi berkaitan dengan berbagai hal yang pada intinya menyangkut kebudayaan suatu masyarakat.
Cerita rakyat tidak sekedar hidup dan tersebar dalam masayarakat, namun juga memiliki arti penting dan fungsi-fungsi tertentu bagi kolektif pemiliknya. Pengkajian terhadap cerita rakyat bisa dijadikan sarana yang tepat untuk penamaan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang sekarang ini sudah banyak dilupakan, selain untuk perkembangan sastra lisan itu sendiri. Usaha untuk menggali, memperkenalkan, menghidupi dan mengembangkan budaya tradisional yang bernilai positif itu sangat perlu dan tidak hanya untuk tradisi itu sendiri, tetapi lebih luas juga berguna dalam menunjang pembangunan nasional. Cerita rakyat Umbul Manten adalah salah satu dari bentuk cerita rakyat. Dengan memperhatikan beberapa hal di atas, timbul ketertarikan penulis untuk mengetahui secara mendalam mengenai cerita rakyat yang berkaitan dengan asal usul Umbul Manten dan nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Umbul Manten. Atas dasar itulah penulis melakukan penelitian terhadap cerita rakyat di Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten dengan judul
“Asa Usul Terjadinya Umbul Manten dan Umbul Pelem”
2. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini ada dua masalah yang perlu dicari jawabannya.
- Bagaimanakah cerita rakyat Umbul Manten dan Umbul Pelem?
- Fungsi apa sajakah yang terkandung dalam cerita rakyat Umbul Menten dan Umbul Pelem?
- Nilai kebudayaan apa sajakah yang terkandung dalam cerita rakyat Umbul Manten dan Umbul pelem?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
- Mendiskripsikan cerita rakyat Umbul Manten dan Umbul Pelem.
- Menyajikan fungsi yang terkandung dalam cerita rakyat Umbul Manten dan Umbul Pelem.
- Memaparkan nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat Umbul dan Umbul Pelem.
- Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan terutama dalam bidang sastra lisan, dan dapat mempelajari kebudayaan yang belum terungkap sebelumnya.
2. Bagi Bidang Kesusastraan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi penelitian sastra liasan dan kesusastraan Indonesia.
3. Bagi Pendidikan
Penelitian dapat digunakan sebagai pengetahuan yang perlu dilestarikan, dan dapat menambah pengetahuan sastra lisan bagi guru dan murid, khususnya materi pengajaran bahasa dan sastra.
5. Sistimatika Penelitian
Sistematika penulisan penelitian ini adalah:
BAB I Pendahuluan berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan teori yang mencakup tinjuan pustaka dan landasan teori yang diperlukan dalam analisis objek penelitian.
BAB III Metode penelitian berisi jenis penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, teknik penyediaan data, taknik analisis data, dan penyajian hasil analisis.
BAB IV Merupakan penyajian tentang lingkungan masayarakat. Dalam hal ini diuraikan mengenai kondisi geografis dan sistem sosial budaya.
BAB V Penutup berisi tentang simpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Tinjauan Pustaka
Untuk mengetahui keaslian keontetikan penelitian perlu tinjauan pustaka.
“Legenda Pangeran Samudra Gunung Kemukus Fungsi bagi masyarakat pemiliknya, sebuah Tinjauan Pragmatik.” Oleh Anik Budi Listyowati tahun 2000. Hasil yang berdasarkan analisis pragmatic adalah bahwa tanggapan masyarakat terhadap legenda ini ada yang bersifat pasif dan aktif. Tanggapan pasif adalah masyarakat membiarkan anggapan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat mencari pasugihan. Adapun tanggapan aktif adalah mereka yang mengelak dan mambantah mengenai tanggapan bahwa tempat tersebut untuk menacari pasugihan.
Berdasarkan analisis fungsinya adalah legenda tersebut berpengaruh bagi kehidupan masyarakat, baik positif/ negatif. Pengaruh positifnya adalah mereka percaya bahwa makam tersebut sacral, tapi masyarakatnya berpegang teguh pada ajaran agama dan tidak melakukan syirik. Pengaruh nagatifnya, mereka beranggapan bahwa tempet tersebut identik dengan tempat pasugihan.
Penelitian Wildan dkk (1998) “Struktur Lisan Tamiang” menyimpulkan bahwa sastra lisan (prosa) Tamiang dapat dikelompokkan atas beberapa ragam dan jenis cerita rakyat, yakni sage, mite, humor, religius, fable, dan epik. Penelitian tersebut menemukan fakta bahwa sastra lisan masyarakat Tamiang yang merupakan salah satu subetnik. Suku Aceh memiliki tradisi sastra lisan yang berkedudukan sebgai sarana komunikasi antar anggota masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui latar sosial masyarakat Tamiang. Dalam sastra lisan Tamiang terkandung nilai adat, nilai agama, nilai moral, nilai kepahlawanan, nilai sosial, dll.
Penelitian berikutnya, penelitian Dudung Adriyano (2005) dengan judul “Cerita Rakyat Kabupaten Sukuharjo (suatu kajian struktur dan nilai edukatif).” Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa daerah sukoharjo terdapat banyak sastra lisan atau cerita rakyat. Beberapa cerita rakyat yang terkumpul antara lain (1) cerita rakyat “Ki Ageng Banyubiru”, (2) cerita rakyat “Ki Ageng Balok”, (3) cerita rakyat “Ki Ageng Sutowijoyo”, (4) cerita rakyat “Pasanggrahan Langen Harjo.” Penelitian ini juga melakukan analisis struktur dan nilai budaya terhadap lima cerita rakyat Sukoharjo. Analasis struktur cerita rakyat Kabupaten Sukoharjo terkandung nilai pendidikan yang meliputi pendidikan moral, pendidikan adapt (tradisi) pendidikan Agama (religi), sejarah sejarah (history) dan pendidikan kepahlawan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama mengkaji tentang folklor lisan dan perbedaannya adalah penelitian ini difokuskan pada bagaimanakah asal-usul cerita rakyat “Umbul Manten dan Umbul Pelem”
2. Landasan Teori
1. Hakikat Folkor
Secara etimologis kata folklor berasal dari bahasa Inggris folklore, kata dasarnya folk dan lore (Danandjaja, 1984:1). Folk menurut Alan Dundes adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu, antara lain, dapat berwujud warna kulit yang sama, bentuk rambut yang sama, mata yang sama, bahasa yang sama, bentuk rambut yang sama, dll.
Dananjaja menyimpulkan bahwa folk adalah sinonim dengan klektif yang juga memilik ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat, dan yang dimaksud lor adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau pembantu pengingat.
Foklor menurut Dananjaja, tidak lain adalah sebagian kebudayaan suatu kolektof yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisoanal dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984:2).
2. Bentuk Folklor
Folklor jika diperhatikan dari segi bentuknya, ternyata ada dua, yaitu bentuk lisan dan sebagian lisan (Danandjaja, 1984: Bab III).
Bentuk folklor lisan antar lain:
- Bahasa rakyat, yakni bentuk folklore Indonesia yang termasuk dalam kelompok bahasa rakyat, adalah logat atau dialek bahasa-bahasa Nusantara.
- Ungkapan tradisonal yakni yang termasuk dalam bentu folklore semacam ini adalah peribahasa (peribahasa yang sesungguhnya, peribahasa tidak lengap kalimatnya, peribahasa perumpamaan) dan ungkapan (ungkapan-ungkapan yang mirip peribahasa).
- Pertanyaan tradisoanal yakni yang lebih dikenal sebagai teka-teki merupakan pertanyaan yang bersifat tradisonal dan mempunyai jawaban yang tradisional pula.
- Sajak dan puisi rakyat yakni follor lisan yang memiliki kekhususan, kalimatnya tidak berbentuk bebas, tapi terikat. Sajak dan puisi rakyat merupakan kesusastraan yang sudah tertentu betuknya, baik dari segi jumlah larik maupun persajakan yang mengekhiri setiap lariknya. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah parikan, rarakitan, wawangian, dll.
Nyanyian rakyat yang menurut Jan Harold Bruvand (1963:130), dalam (Dananjaja, 1984:141) adalah salah satu genre atau bentuk folklore yang terdiri atas kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional serta banyak mempunyai varian.
Ada juga bentuk folklore yang sebagaian lisan terdiri atas dua macam, yaitu (1) kepercayaan rakyat, yang seringkali juga disebut takhyul adalah kepercayaan yang oleh orang berpindidikan barat dianggap sederhana bahkan pander, tidak berdasrkan logika, sehingga secara ilmiah tidak dapat dipertanggungjawakan kebenarannya (Danandjaja, 1984: 153); dan (2) permainan rakyat dianggap tergolong ke dalam folklore karena memperohnya melalui warisan lisan, terutama berlaku pada permainan rakyat kanak-kanak karena permainan ini disebarkan hampir murni melalui tradisi lisan dan banyak di antaranya disebarluaskan tanpa bantuan orang dewasa, seperti orang tua mereka atau guru sekolah mereka (Danandjaja, 1984: 171).
3. Ciri Pengenal Foklor
Folklor memiliki sembilan ciri pengenal utama. Ciri pengenal folklore ini dapat dijadikan pembeda folklor dari kebudayaan lainnya (Danandjaja, 1984: 3-4). Ciri pertama samapai kelima berasal dari Jan Harold Brunvand (1968:4); ciri 6 dan 7 dari Carvalho-Neto (1965: 70); dan ciri ke-8 dan ke-9 dari Danandjaja (1984: 5).
Kesimbilan ciri pengenal itu sebagai berikut.
- Penyebaran dan pewarisnya biasanya dilakukan secara lisan yakni saat itu penyebaran folklor bisa terjadi dengan bantuan mesin cetak dan elektronik;
- Bersifat tradisional, disebarkan dalam bentuk relative tetap (standar);
- Folklore eksi dalam versi-versi bahkan dalam varian-varian yang berbeda lantaran tersebar secara lisan dari mulut ke mulut;
- Bersifat anonym, nama pencipatanya sudah tidak diketahui orang lagi;
- Folklore biasanya memiliki bentuk berumus atau berpola memiliki formula tertentu dan mamanfaatkan bentuk bahasa klise;
- Folklore mempunyai fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif (alat pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendan);
- Folklore bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum (ciri ini berlaku baik bagi folklore lisan maupun folklore sebagaian lisan);
- Menjadi milik bersama dari kolektif tertentu, hal ini disebabkan oleh pencipta pertama sudah tidak diketahui lagi;
- Folklore pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan; hal demikian itu dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folkor merupakan proyeksi emosi menusia-manusia yang paling jujur manifestasinya.
1. Mite
Menurut Bascom (1985b: 3-20 dalam Danandjaja, 1984: 50), mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Adapun legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi manusia walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Akan tetapi, terjadinya mite adalah di dunia seperti yang kita kenal kini karena waktu terjadinya belum terlalu lampau. Sebaliknya, dongeng adalah prosa rakyat yang dianggap tidak terikat oleh waktu ataupun tempat.
Mite pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk tipgrafi, gejala alam, dan sebgainya. Mite juga mengisahkan pertualangan para dewa, kisah percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya (Bascom, 1965b: 4-5 dalam Danandjaja, 1984: 51)
2. Legenda
Seperti halnya dengan mite, legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Berbeda dengan mite, legenda bersifat sekuler (keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal (Danandjaja, 1984:66).
Legenda sendiri dapat digolongkan ke dalam empat kelompok,, seperti dikemukakan Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaja, 1984: 67), yaitu (1) legenda keagamaan (religious legends), (2) legenda alam gaib (supernatural legends), (3) legenda perseorangan (personal legends) dan (4) legenda setempat (local legends).
a. Legenda keagamaan
Yang termasuk dalam golongan ini, antar lain, adalah legenda orang-orang suci (saint) Nasrani. Legenda demikian itu, jika telah diakui dan disahkan oleh Gereja Katolik Roma, akan menjadi bagian kesusastraan agama yang disebut hagiography, yang berarti tulisan, karangan, atau buku mengenai penghidupan orang-orang saleh. Di Jawa, legenda orang saleh adalah mengenai para wali agama islam, yakni para penyebar agama (proselytizer) Islam pada awal perkembangan agama Islam di Jawa. Para wali yang penting di Jawa adalah yang tergolong sebagai wali sanga, atau sembilan orang wali.
b. Legenda alam gaib
Legenda semacam ini biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang. Fungsi legenda semacam ini terang adalah untuk meneguhkan kebenaran “takhyul” atau keprcayaan rakyat. Berhubung legenda alam gaib ini merupakan pengelaman pribadi seseorang, oleh ahli folklor Sewedia terkenal C.V. von Sydow diberi nama khusus, yaitu memorat (Bruvand, 1968:89 dalam Danandjaja, 1984: 71). Walaupun legenda itu merupakan pribadi seseorang “pengalaman” itu mengandung banyak motif cerita tradisional yang khas ada pada kolektifnya. Legenda gaib semacam ini banyak berkembang di daerah Nusantara, misalnya sundel blong di Jawa Tengah, atau juga gendrung; cerita onom di Kabupaten/Daerah Tingkat II Ciamis (tepatnya di daerah Lakbak).
c. Legenda perseoarangan
Legenda jenis ini adalah cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh pemilik cerita benar-benar pernah terjadi (Danandjaja, 1984:73-75). Menurutnya, di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali. Di Jawa Timur yang peling terkenal adalah legenda tokoh Panji dan di Bali legenda tokoh popular bernama Jayaprana.
d. Legenda setempat
Yang termsuk dalam golongan ini adalah cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk topogrofi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, yang berbukit-bukit, berjurang, dan sebagainya (Danandjaja, 1984: 75-83). Legenda yang berhubungan dengan nama suatu tempat, misalnya, legenda kuningan, legenda Anak-Anak Dalem Solo yang Mengembara Mencari Sumber Bau Harum, Asal Mula Nama Banyuwangi atau Asal Mula Nama Kota Banyuwangi, dan Asal Mula Nama Desa Jember.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1989: 3) mendefinisikan, “metode penelitian” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.
2. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah asal usul Umbul Pelem dan Umbul Manten desa Sidowayah, Janti, Kecamatan Polanharjo, Klaten.
3. Data dan Sumber Data
1. Data
Data adalah sebuah informasi atau bahan yang disediakan ala yang harus dicari dan dikumpulkan oleh pengkaji untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang dikaji (Subroto dalam Imron, 2003:112). Adapun data dalam penelitian ini adalah data yang berwujud informasi tentang cerita rakyat Umbul Pelem dan Umbul Manten di Desa Sidowayah, Janti, Kecamatan Polanharjo, Klaten.
2. Sumber Data
Sumber data merupakan bagian yang sangat penring bagi peneliti, karena ketepatan memilih dan menentukan jenis, sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang diperoleh (Sutopo, 2002: 49).
Adapun dalam penelitian ini sumber data yang digunakan dapat berupa manusia, peristiwa dan tingkah laku, dokumen atau arsip-arsip benda lain. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer, sedangkan data sekunder belum diketemukan.
Data primer adalah data yang langsung dukumpulkan dari sumber pertama. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini penduduk asli sekitar Umbul Pelem dan Umbul Manten.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentesi, penjelasannya sebagai berikut.
1. Teknik Observasi
Menurut Sutopo (2002: 64), observasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman gambar tertentu.
2. Teknik Wawancara
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah bercakap-cakap secara tatap muka (Aminuddin, 1990: 103).
Bentuk wawancara ada beberapa macam, namun untuk penelitian folklore umumnya ada dua macam, yaitu wawancara terarah dan wawancara tidak terarah. Wawancara tidak terarah adalah wawancara yang bersifat bebas, santai, dan memberi informasi kesempatan sebesar-besarnya untuk memberikan keterangan yang ditanyakan (Danandjaja: 1991: 195).
3. Teknik Dokumentasi
Penelitian akan lebih mudah dan bertahan lama jika diadakan perekaman, baik itu dalam bentuk foto, buku, maupun perekam suara (Badudu dalam Puspitasi, 2007). Semua itu adalah dokumen, sedangkan dokumentasi adalah kegiatan yang menyangkut dokumen. Dokumentasi yang dikumpulkan harus utuh dan mutakhir. Adapun dokumentasi dalam penelitian ini adalah wujud dokumentasi tulisan wawancara dengan warga dan foto-foto.
5. Teknik Analisis Data
Milles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002:74) menyatakan bahwa terdapat dua model pokok dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kualitatif, yaitu (1) model analisis jalinan atau mengalir dan (2) model analisis interaktif.
Dari dua model dalam melaksanakan analisis di dalam penelitian kulalitatif tersebut peneliti menggunakan model kedua, yaitu mdel analisis interaktif. Dalam model analisis interaktif terdiri dari empat kemampuan analisis yaiutu, reduksi data, sajian data, pengumpulan data, dan penarikan kesimpulan, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus.
Langkah-langkah dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Pengumpulan data, yaitu pengumpulan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara mendalam, dan mencatat dokumen menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikut (Sutopo, 1996:89).
2. Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi pemfokusan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang ada dalam lapangan langsung dan diteruskan pada pengumpulan data (Sutopo, 1996:87).
3. Sajian data yaitu, suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dilakukan.
4. Penarikan kesimpulan, sejak awal pengumpulan data peneliti harus mengamati dan tanggap terhadap hal-hal yang ditemui dilapangan (dengan meyusun pola-pola asahan dan sebab akibat (Sutopo, 1996: 87).
Dalam penelitian ini, yang pertama kali dilakukan adalah mengumpulkan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumen. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilkukan dengan pengamatan langsung mengenai tempat dan lokasi cerita rakyat Umbul Pelem dan Umbul Manten dan dilanjutkan dengan penarikan informasi secara mendalam dan langsung dari masyarakat yang menjadi narasumber dalam penelitian ini. Pengumpulan data dari hasil wawancara dalam wujud dokumentasi, adapun dokumentasi dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan masyarakat sekitar lokasi Umbul Pelem dan Umbul Manten serta berupa foto-foto.
Kedua, dalam penelitian ini reduksi data dilakukan dengan meyempurnakan data kasar untuk diolah kembalil sehingga mempunyai arti berdasarkan topik peelitian yang diterapkan pada sekelompok kata yang telah dicari hubungannya. Ketiga dalam sajian data ini telah dikumpulkan dan diuraikan dalam bentuk laporan penelitian. Keempat, setelah data-data terkumpul, kemudian diambil kesimpulan dari cerita rakyat asal usul Umbul Pelem dan Umbul Manten di Desa Janti, Kecamatan Polanharjo, Klaten.
Bab IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Wilayah
Lokasi umbul Pelem dan Umbul Manten terlatak di wilayah tulung, janti, polanharjo. Umbul Pelem dan Umbul Manten masih masuk daerah wisata Janti yang terkenal dengan daerah pemancingan. Hampir disetiap rumah memiliki tempat pemancingan sekaligus rekeasri atau wisata kuliner keluarga. Umbul Pelem dan Umbul Pelem Sendiri terletak di tepi jalan perbatasan yang menghubungkan dua kabupaten, yaitu kabupaen Klaten dan kabupaten Boyolali. Dengan akses jalan yang lancar dan mudah dijangkau, lokasi Umbul Pelem dan Umbul Manten sangat mudah ditemukan.
Lokasi Umbul Pelem dan Umbul Manten apabila dari jalan Solo-Jogja, setelah pasar Tegalgondo sebelah kanan jalan, bila dari timur (Solo) ada papan petunjuk arah ke objek wisata pemancingan Janti. Dengan mengikuti jalan yang lurus dan ketika sampai di pertigaan di mana ada petunjuk obyek wisata Janti belok ke kiri, ambil jalan yang lurus.
Penduduk sekitar rata-rata adalah pedagang, karena terletak di jalan yang menghubungkan ke objek wisata janti dan pemandiang umum cokro. Di daerah tersebut juga didirikan pengolahan air mineral yang diambil langsung dari mata air cokro, sehingga banyak pula warga yang menjadi pegawai di pabrik yang bergerak dalam pengolahan air mineral tersebut. Batas utara adalah kabupaten Boyolali, sebelah selatan adalah daerah wisata Janti, sebelah timur adalah daerah Tegalgondo dan sebelah timur adalah desa tulung.
2. Hasil Penelitian
1. Cerita Rakyat Umbul Pelem dan Umbul Manten
Umbul Pelem
Disebut Umbul Pelem konon dahulu lokasi tersebut tumbuh sebuah pohon pelem (mangga) yang besar di sekitar umbul. Namun, setalah sekian lama pohon pelem tersebut kini sudah tidak ada, yang ada hanya sebuah pohon beringin yang sangat besar, sehingga membuat lokasi sekitar umbul menjadi teduh.
Umbul pelem dipercaya orang yang mempunyai kedududukan jika melakukan kungkum (berendam) supaya mudah untuk naik pangkat, hal ini terbukti banyak ditemukannya sajen (syarat) yang berupa kembang setaman (bunga yang berwarna-warni yang biasa digunakan untuk ritual dalam masyarakat jawa), terutama pada hari-hari tertentu, terutama pada hari jumat kliwon.
Umbul Menten
Ada cerita rakyat yang beredar di masyarakat mengenai asal muasal umbul ini. Konon dahulu ada sepasang pengantin baru. Pengantin ini diberi wejangan oleh kedua orang tuanya, “kalo pengantin baru itu, dilarang keluar rumah bersama-sama menjelang senja (maghrib) sebelum 40 hari”.
Pasangan pengantin tersebut bertanya “mengapa mereka dilarang keluar rumah menjelang senja sebelum 40 hari”. Dijawab oleh orang tua tersebut, “kalian ndak perlu membantah. turuti saja dan kalian akan selamat”, dengan nada sedikit marah karena nasehatnya dibantah.
Pengantin tersebut suatu hari sebelum 40 hari keluar rumah bersama-sama. Saat itu menjelang senja. Sang suami berjalan mendahului istrinya. Setelah berjalan lama, sang suami menengok ke belakang dan menemukan istrinya menjauh kemudian lenyap. Begitu juga dengan sang istri, ketika dia mengejar sang suami ternyata suaminya semakin jauh dan akhirnya lenyap. Letak kedua umbul inilah disinyalir sebagai lokasi di mana kedua suami istri itu lenyap.
Ada juga masyarakat yang percaya jika pasangan suami istri yang lama tidak mempunyai keturunun dan ingin mendapatkan keturunan harus berendam semalaman di umbul Manten. Air di umbul Manten juga sering digunakan untuk siraman pada pernikahan adat jawa, orang yang sering mengambil air di Umbul Manten ini terutama orang dari kawasan solo dan jogja sedangkan oaring sekitar hanya memanfaatkan air tersebut untuk mandi dan pengairan di sawah-sawah.
2. Struktur Cerita Rakyat Umbul Pelem dan Umbul Manten
Sebuah cerita rakyat dapat diceritakan dan diuraikan menurut urutan waktu dan menurut urutan unsure-unsur yang ada didalamnya sesuai dengan aslinya. Struktur cerita rakyat menyangkut penguraian unsure-unsur yang ada dalam cerita rakyat, seperti unsur intrinsik (Damono, 1984: 37).
3. Fungsi Masyarakat Pemiliknya
Fungsi folklore terutama lisan menurut Boscom dalam Danandjaja (1991: 19), mengemukakan ada empat fungsi folklore (1) sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat penceminan angan-angan suatu kolektif, (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (4) sebagai alat pendidik anak, (4) sebagai alat pemaksa dan agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Cerita rakyat atau juga diebut mitos yang hidup dalam suatu masyarakat memberikan manfaat atau fungsi bagi masyarakat tersebut. Fungsi cerita rakyat bagi masyarakat ada tiga macam, yaitu meyadarkan manusia bahwa ada kekuatan ghaib, memberikan jaminan masa kini, dan memberikan pengetahuan pada dunia.
Fungsi pertama, yaitu menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan ghaib. Cerita rakyat tidak memberikan bahan informasi tentang kekuatan-kekuatan itu, namun membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai kekuatan yang mempengaruhi dan mengatasi alam dan kehidupan sekitarnya.
Dalam cerita rakyat Umbul Pelem mengadung makna bahwa kekuatan ghaib yang dimaksud adalah ALLAH SWT, yang memberikan pengaruh sugesti kekuatan agar manusia mau berusaha, dengan melakukan ikhtiar atau lelekon dalam mencari kedudukan harus berjuang, sabar, dan selalu taat beribadah dan beriktiar, tahan uji dan tahan banting terhadap semua permasalahan.
Sedang Umbul Manten, fungsi ini menganggap bahwa apapun usaha manusia di dunia ini dalam kehidupannya, ALLAH-lah yang menentukan segalanya.
Fungsi kedua, memberikan jaminan masa kini, misalnya diceritakan deongeng sebagaimana pada zaman pdahulu, para dewa juga mualuai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah. Dalam cerita umbul Pelem dapat diambil hikmah bahwa masyarakat mempercayai dengan melakukan usaha atau ikhtiar hasil yang akan dicapai dapat maksimal.
Fungsi yang terakhir, memberikan pengetahuan pada dunia, artinya fungsi ini adalah memberikan ilmu pengetahuan dan fisafat dalam alam pikiran mereka, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi.
Bagi masyarakat yang mempercayai mitos, mitos berarti sesuatu yang benar dan menjadi milik mereka yang berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh bagi kehidupan manusia. Itulah sebebnya mitos dianggap petuah bagi masyarakat.
Dalam cerita rakyat umbul pelem, dapat diambil petuahnya bahwa suatu derajat yang tinggi haruslah diberengi dengan usaha yang tekun dan rajin pula. Sedang dalam cerita umbul Manten dapat diambil petuahnya bahwa pertama jangan membantah nasehat orang tua. Kedua, sepasang suami istri hendaknya selama masa-masa awal menikah (40 hari pertama) harus menata rumah tangganya dengan baik terlebih dulu. Dilarang keluar rumah bersama-sama dimaksudkan agar ada salah satu di antara mereka yang tetap berada di rumah untuk menjaga rumah tersebut. Ketiga, sepasang suami istri hendaknya selalu berjalan beriringan, baik dalam suka maupun duka.
4. Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat
Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang peling tinggi dan paling abstrak dari adapt istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungi sebagai sesuatu pedoman yang memberikan arah dan orientai kepada kehidupan para warga masyarakat (Koentjaraningrat, 1990: 190).
Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita umbul pelem dan umbul manten. Nilai keagamaan, dalam cerita rakyat umbul pelem dan umbul manten dapat dipetik hikmah bahwa Tuhan YME yang menentukan segala sesuatu bagi umatnya. Supaya selalu taat beribadah, menjalankan segala perintahNYA dan menjahui segala laranganNYA.
Nilai sosial dari cerita rakyat umbul pelem dan umbul menten adalah, agar kita selalu berusaha dengan baik dalam menjalni kehidupan ini dan selalu berbakti kepada kedua orang tua, selalu menghormati orang tua, mentaati nasihatnya, jangan suka membantah kepada orang tua, menjaga kehormatan keluarga, dan saling menyayangi antar suami dan istri baik suka maupun duka.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN DAN SARAN
Pertama penelitian cerita rakyat asal-usul umbul pelem dan umbul manten ini dilakukan di desa Sidowayah, Janti, kecamatan Polanharjo, kabupaten Klaten. Dalam cerita rakyat umbul pelem dan umbul pelem mengandung sebuah filsafat supaya kita selalu berusaha berikhtiar dalam melakukan suatu pekerjaan dengan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan YME. Kedua, jangan pernah membantah nasehat orang tua, bagi sepasang suami istri hendaknya selama masa-masa awal menikah (40 hari pertama) harus menata rumah tangganya dengan baik terlebih dulu. Dilarang keluar rumah bersama-sama dimaksudkan agar ada salah satu di antara mereka yang tetap berada di rumah untuk menjaga rumah tersebut. Ketiga, sepasang suami istri hendaknya selalu berjalan beriringan, baik dalam suka maupun duka.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu, terutama dalam bidang sastra dan bahasa, khususnya ilmu pengetahuan bahasa Indonesia. Hal ini mennandakan bahwa masih banyak cerita rakyat yang ada di daerah-daerah yang belum tergali dengan maksimal. Dengan adanya penelitian ini diharapkan pada peneliti folklore pemula dapat menambah wawasan tentang cerita rakyat yang ada didaerah-daerah.
Cerita rakyat umbul pelem dan umbul pelem memberikan manfaat atau fungsi bagi masyarakat sekitarnya.
Fungsi pertama, yaitu menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan ghaib. Cerita rakyat tidak memberikan bahan informasi tentang kekuatan-kekuatan itu, namun membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai kekuatan yang mempengaruhi dan mengatasi alam dan kehidupan sekitarnya.
Dalam cerita rakyat Umbul Pelem mengadung makna bahwa kekuatan ghaib yang dimaksud adalah ALLAH SWT, yang memberikan pengaruh sugesti kekuatan agar manusia mau berusaha, dengan melakukan ikhtiar atau lelekon dalam mencari kedudukan harus berjuang, sabar, dan selalu taat beribadah dan beriktiar, tahan uji dan tahan banting terhadap semua permasalahan.
Sedang Umbul Manten, fungsi ini menganggap bahwa apapun usaha manusia di dunia ini dalam kehidupannya, ALLAH-lah yang menentukan segalanya.
Fungsi kedua, memberikan jaminan masa kini, misalnya diceritakan deongeng sebagaimana pada zaman pdahulu, para dewa juga mualuai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang melimpah. Dalam cerita umbul Pelem dapat diambil hikmah bahwa masyarakat mempercayai dengan melakukan usaha atau ikhtiar hasil yang akan dicapai dapat maksimal.
Fungsi yang terakhir, memberikan pengetahuan pada dunia, artinya fungsi ini adalah memberikan ilmu pengetahuan dan fisafat dalam alam pikiran mereka, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi.
SINOPSIS CERITA RAKYAT UMBUL PELEM DAN UMBUL MANTEN
Umbul Pelem
Disebut Umbul Pelem konon dahulu lokasi tersebut tumbuh sebuah pohon pelem (mangga) yang besar di sekitar umbul. Namun, setalah sekian lama pohon pelem tersebut kini sudah tidak ada, yang ada hanya sebuah pohon beringin yang sangat besar, sehingga membuat lokasi sekitar umbul menjadi teduh.
Umbul pelem dipercaya orang yang mempunyai kedududukan jika melakukan kungkum (berendam) supaya mudah untuk naik pangkat, hal ini terbukti banyak ditemukannya sajen (syarat) yang berupa kembang setaman (bunga yang berwarna-warni yang biasa digunakan untuk ritual dalam masyarakat jawa), terutama pada hari-hari tertentu, terutama pada hari jumat kliwon.
Umbul Menten
Ada cerita rakyat yang beredar di masyarakat mengenai asal muasal umbul ini. Konon dahulu ada sepasang pengantin baru. Pengantin ini diberi wejangan oleh kedua orang tuanya, “kalo pengantin baru itu, dilarang keluar rumah bersama-sama menjelang senja (maghrib) sebelum 40 hari”.
Pasangan pengantin tersebut bertanya “mengapa mereka dilarang keluar rumah menjelang senja sebelum 40 hari”. Dijawab oleh orang tua tersebut, “kalian ndak perlu membantah. turuti saja dan kalian akan selamat”, dengan nada sedikit marah karena nasehatnya dibantah.
Pengantin tersebut suatu hari sebelum 40 hari keluar rumah bersama-sama. Saat itu menjelang senja. Sang suami berjalan mendahului istrinya. Setelah berjalan lama, sang suami menengok ke belakang dan menemukan istrinya menjauh kemudian lenyap. Begitu juga dengan sang istri, ketika dia mengejar sang suami ternyata suaminya semakin jauh dan akhirnya lenyap. Letak kedua umbul inilah disinyalir sebagai lokasi di mana kedua suami istri itu lenyap.
Ada juga masyarakat yang percaya jika pasangan suami istri yang lama tidak mempunyai keturunun dan ingin mendapatkan keturunan harus berendam semalaman di umbul Manten. Air di umbul Manten juga sering digunakan untuk siraman pada pernikahan adat jawa, orang yang sering mengambil air di Umbul Manten ini terutama orang dari kawasan solo dan jogja sedangkan oaring sekitar hanya memanfaatkan air tersebut untuk mandi dan pengairan di sawah-sawah.
Daftar Pustaka
Adriyono, Dudung 2005. Cerita Rakyat Kabupaten Sukoharjo dalam Program Pasca Sarjana, Surakarta: Program Pasca Sarjana Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Aminuddin, 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: Asah Asih Asuh.
Damono, Sapardi Djoko. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Gramedia.
Danandjaja. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dll. Jakarta: Grafiti.
Imron, Ali. 2003. “Metode Pengkajian Sastra: Teori dan Aplikasi”. Makalah pada Diklat Pengkajian Sastra dan Pengajaran: Perspektif KBK. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
______________. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Bhineka Cipta.
Listyowati, Anik Budi. 2000. “Legenda Pangeran Samudra Gunung Kemukus Fungsi Bagi Masyarakat Pemiliknya: Sebuah Kajian Pragmatik”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Moleong, Lexy. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.
Sutopo. H.B. 1996. Penelitian Kualitatif. Surakarta. Sebelas Maret University Press.
___________. 2002. Penelitian Kualitatif. __________. Sebelas Maret University Press.
Suryani, Nine Dwi. 2005. “Cerita Rakyat Berkenaan dengan Asal-Usul Situ Begendit di Kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut”. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wildan, dkk. 1980. Stuktur Sastra Lisan Tamiang. Jakarta: Pusat Bahasa.
Pewawancara : Arief yuri
yang diwawancarai : warga (mbah Reso)
waktu wawancara : 9.30-10.45
lokasi : diantara umbul pelem dan umbul manten
pewawancara : Sejarah umbul pelem dan Umbul manten itu bagaimana ya Mbah?
Warga (mbah reso) : konon dahulu lokasi tersebut tumbuh sebuah pohon pelem (mangga) yang besar di sekitar umbul. Namun, setalah sekian lama pohon pelem tersebut kini sudah tidak ada, yang ada hanya sebuah pohon beringin yang sangat besar, sehingga membuat lokasi sekitar umbul menjadi teduh.
Umbul pelem dipercaya orang yang mempunyai kedududukan jika melakukan kungkum (berendam) supaya mudah untuk naik pangkat, hal ini terbukti banyak ditemukannya sajen (syarat) yang berupa kembang setaman (bunga yang berwarna-warni yang biasa digunakan untuk ritual dalam masyarakat jawa), terutama pada hari-hari tertentu, terutama pada hari jumat kliwon.
Pewawancara : kalau umbul menten bagaimana Mbah?
Mbah reso : Ada cerita rakyat yang beredar di masyarakat mengenai asal muasal umbul ini. Konon dahulu ada sepasang pengantin baru. Pengantin ini diberi wejangan oleh kedua orang tuanya, “kalo pengantin baru itu, dilarang keluar rumah bersama-sama menjelang senja (maghrib) sebelum 40 hari”.
Pasangan pengantin tersebut bertanya “mengapa mereka dilarang keluar rumah menjelang senja sebelum 40 hari”. Dijawab oleh orang tua tersebut, “kalian ndak perlu membantah. turuti saja dan kalian akan selamat”, dengan nada sedikit marah karena nasehatnya dibantah.
Pengantin tersebut suatu hari sebelum 40 hari keluar rumah bersama-sama. Saat itu menjelang senja. Sang suami berjalan mendahului istrinya. Setelah berjalan lama, sang suami menengok ke belakang dan menemukan istrinya menjauh kemudian lenyap. Begitu juga dengan sang istri, ketika dia mengejar sang suami ternyata suaminya semakin jauh dan akhirnya lenyap. Letak kedua umbul inilah disinyalir sebagai lokasi di mana kedua suami istri itu lenyap.
Ada juga masyarakat yang percaya jika pasangan suami istri yang lama tidak mempunyai keturunun dan ingin mendapatkan keturunan harus berendam semalaman di umbul Manten. Air di umbul Manten juga sering digunakan untuk siraman pada pernikahan adat jawa, orang yang sering mengambil air di Umbul Manten ini terutama orang dari kawasan solo dan jogja sedangkan oaring sekitar hanya memanfaatkan air tersebut untuk mandi dan pengairan di sawah-sawah. Itu saja mas yang saya tahu.
Pewawancara : oh, terimakasih mbah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar