LAFAL BAHASA INDONESIA BAKU
(ringkasan)
oleh: Arief Yuri Wahyu Nugraha
(ringkasan)
oleh: Arief Yuri Wahyu Nugraha
Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia telah dan terus mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan masyarakat dan tindak tutur pamakainya. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh kelompok-kelompok masyarakat penutur yang berbeda latar belakangnya baik dari segi geografis maupun dari segi sosial budaya yang menyebabkan munculnya berbagai ragam bahasa kedaerahan (ragam regional) dan ragam sosial.
Salah satu jenis ragam jenis sosial yang sangat erat kaitannya dengan topik ini adalah ragam bahasa Indonesia yang lazim digunakan oleh kelompok yang menganggap dirinya terpelajar. Ragam ini diperoleh melalui pendidikan formal disekolah atau bisa disebut juga dengan ragam bahasa tinggi. Patut dicatat bahwa bahasa Melayu yang diikrarkan sebagai bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi pada waktu itu. Ragam bahasa kaum terpelajar itu tentulah dianggap sebagai tolak ukur untuk pemakaian bahasa yang benar. Oleh karena itulah maka ragam bahasa sekolah itu disebut juga ragam bahasa baku (Alwi, 1993). Mengingat ragam bahasa baku digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan yang penting, seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-undang, persidangan di pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui media elektronik dan media cetak, pidato di depan umum, dan, tentu saja, penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku cenderung dikaitkan dengan situasi pemakaian yang resmi. Dengan kata lain, peggunaan ragam bahasa baku menuntut penggunaan gaya bahasa yang formal.
Ciri-ciri lafal Baku Bahasa Indonesia
- Sistem bunyinya lebih kompleks.
- Khasanah bunyi yang lebih banyak.
- Kaidah fonotaktis yang lebih rumit.
Persoalannya adalah peristiwa komunikasi lisan apa saja yang menuntut penggunaan ragam bahasa baku. (Kridalaksana, 1975) mencatat empat fungsi bahasa yang menuntut penggunaan ragam baku, yaitu (1) komunikasi resmi, (2) wacana teknis, (3) pembicaraan di depan mata (4) pembicaraan dengan orang yang dihormati. Dari empat fungsi bahasa yang menuntut ragam baku itu, hanya dua yang terakhir yang langsung berkaitan dengan komunikasi verbal secara lisan. Dengan kata lain, lafal baku perlu digunakan dalam penbicaraan di depan umum, seperti kuliah, ceramah, khotbah, pidato, dsb. Atau dalam pembicaraan dengan orang yang dihormati seperti pembicaraan dengan atasan dengan guru/dosen, dengan orang yang baru dikenal dsb.
Dalam hubungan dengan fungsi sosial bahasa baku itu, (Moeliono, 1975) mencatat empat fungsi pokok, yaitu
1. fungsi pemersatu,
2. fungsi penanda kepribadian,
3. fungsi penanda wibawa, dan
4. funsgsi sebagai kerangka acuan.
Dengan demikian lafal baku sebagai perwujudan bahasa baku secara fonetis mempunyai fungsi sosial sebagai
1. pemersatu,
2. penanda kepribadian,
3. penanda wibawa, dan
4. sebagai kerangaka acuan.
Faktor Penunjang dan Pengahambat Pertumbuhan Lafal Baku
Dengan faktor pendukung pertumbuhan lafal baku di sini dimaksudkan semua faktor yang dianggap memberikan dampak positif terhadap kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Sebaliknya, faktor penghambat pertumbuhan lafal baku adalah semua faktor yang dianggap memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan/kehadiran lafal baku bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pembicaraan pada sesi ini akan mencoba mengidentifikasi beberapa isu atau masalah yang berkaitan dengan lafal baku kemudian melihat apa segi positifnya dan apa segi negatifnya. Masalah yang berkaitan dengan lafal baku yang akan disorot dalam hubungan ini meliputi:
a. Isu persatuan dan kesatuan,
b. Isu kesempatan kerja,
c. Isu pendidikan, dan
d. Isu demokrasi dalam bahasa.
Upaya Pembakuan Lafal Bahasa Indonesia
Adanya ragam baku, termasuk lafal baku, untuk bahasa Indonesia merupakan tuntutan Sumpah Pemuda dan UUD 1945. Pengikraran bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia menuntut setiap orang Indonesia untuk bisa berkomunikasi satu sama lain baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bahasa persatuan. Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berarti bahwa segala bentuk kegiatan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dalam bahasa Indonesia. Semua kegiatan komunikasi verbal dalam bahasa Indonesia itu,
secara lisan atau secara tertulis, hanya akan mencapai hasil yang baik jika ada semacam rujukan yang dimiliki bersama--dalam hal ini ragam baku bahasa Indonesia.
Untuk keperluan berbahasa lisan tentu saja dibutuhkan lafal baku. Upaya pembakuan lafal bahasa Indonesia pada dasarnya dapat dilaksanakan dengan dua jalur
(1) jalur sekolah dan
(2) jalur luar sekolah.
Kesimpulan
Dalam pembahasan telah disinggung sejumlah aspek positif dan aspek negatif kehadiran ragam baku, termasuk lafal baku. Perdebatan itu mungkin hanya relevan bagi masyarakat yang monolingual atau paling tidak jumlah bahasanya sedikit. Bagi Indonesia yang penduduknya menggunakan ratusan bahasa daerah dan tersebar di ribuan kepulauan, kehadiran suatu bahasa baku, termasuk lafal baku bukan hanya perlu tetapi suatu keharusan. Upaya untuk menentang pembakuan bahasa Indonesia sama artinya mengkhianati Sumpah Pemuda yang telah mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Persatuan yang kuat hanya bisa tercipta kalau ada bahasa yang digunakan bersama dengan pemahaman yang sama. Meskipun begitu, upaya pembakuan lafal hendaklah dilakukan secara hati-hati karena lafal lebih peka terhadap sentimen sosial. Upaya pembakuan lafal selama ini dapat dipertahankan. Yang perlu ditingkatkan adalah kesadaran kita sebagai pemodel lafal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar